Minggu, 27 September 2009

DIGI HARI: CALON MANTU bagian pertama

“Jadi begitu, Nak.. Kamu mengerti kan apa yang Ibu bilang..?”

Willy mengangguk dengan setengah hati.

“Jangan begitu dong.. Ini juga kan demi kebaikan kamu.. Iya kan Pak..?” Kata Ibu Willy meminta persetujuan kepada suaminya yang sedang duduk di kursi goyang di teras rumah. Asap rokok mengepul dari mulutnya.

Tapi yang keluar hanya, “Hmmn..”

“Ah, Bapak ini.. Ini demi kebaikan anak kita juga lho, Pak!” Ibu sekarang mulai meninggi suaranya.

“Iya.. Iya.. Bapak juga mengerti. Willy.. Dengarkan apa kata Ibu kamu.. Ya..?”

Willy hanya mengangguk pelan, “Iya..”

“Ya sudah kalau begitu. Kamu sudah mengerti tho..? Kalau begitu Ibu mau masak dulu. Udah mau jam makan siang ini..”

Ibu Willy masuk ke dapur, dan Willy berjalan pelan menuju teras, menghampiri Bapaknya yang masih asik melihat pemandangan di halaman rumah yang luas sambil menghisap rokok dengan nikmat.

“Pak.. Apa harus sekarang..? Willy masih..”

Belum selesai Willy bertanya, sudah dipotong, “Kamu sudah mendengar apa kata Ibumu tho..? dan Bapak pikir.. Lebih cepat memang lebih baik kok.. memang kamu masih mau menunggu apa lagi..?”

Willy hanya menarik nafas panjang, dan berjalan pelan menuruni tangga, menuju halaman yang luas dengan pohon-pohon rindang. Setidaknya suasana ini sedikit bisa menurunkan beban pikirannya sekarang.

Willy berhenti di Gazebo dan membaringkan tubuhnya. Matanya menerawang, dan teringat kembali amanat orang tuanya, Ibunya lebih tepatnya, yang sudah tidak mungkin lagi untuk Willy mengelak.

“Jadi.. Kapan kamu mau menikah, Wil..?” Pertanyaan Ibunya itu terulang-ulang terus dipikirannya.

Willy berfikir liburannya kali ini ke rumah orang tuanya akan mengistirahatkan pikirannya dari segala macam kesibukan pekerjaannya. Tapi ternyata.. Malah menambah satu pikiran besar di kepalanya: Orang tuanya ingin dia segera menikah!!

“Gila.. Belum kepikiran banget gw kesana.. Lagian siapa yang mau gw ajakin nikah..?”

Ibunya mengernyitkan dahi ketika Willy bilang dia belum punya calon yang tepat. “Masa kamu belum punya? Kamu itu pemimpin perusahaan, penghasilan kamu sudah bisa menghidupi istri dan anak-anak kamu nanti. Masa iya ngga ada satupun perempuan yang mau jadi istri kamu?”

Yahh.. Apa kata Ibunya emang bener juga. Walaupun perusahaan yang dipimpinnya adalah perusahaan keluarganya sendiri. Dan.. bukannya ngga ada yang mau sama dia. Banyak malah. Tapi.. Willy merasa belum saatnya dia untuk menjadi seorang suami, apalagi seorang Ayah. Belum ada niatan untuk kesana.

Belum lagi waktu Ibunya menambahkan, “Bapak sama Ibu udah ngga ada lagi yang dikerjain selain di rumah.. Rumah sekarang sepi.. Kamu tahu kan apa yang bisa bikin ramai rumah lagi..?”

Willy adalah anak tunggal, dan kedua orang tuanya menikah diumur yang ngga bisa dibilang muda. Sekarang Willy sudah berumur 27 tahun. Masih jauh lebih muda dibandingkan umur ketika kedua orang tuanya menikah dulu. Tapi..

“Jangan kayak Bapak Ibu ini.. mumpung masih muda, cepat-cepatlah menikah..” Pesen Ibunya tadi.

“Duh.. Pusing gw! Seharusnya gw ikut anak-anak liburan ke Bali aja kalo tau kayak gini..” Kata Willy sambil melihat I Phone-nya, ngecek phone book, “Siapa yang bisa bantuin gw ya kira-kira..?”

Kesimpulan dari pertemuan singkat dengan Ibunya tadi adalah, Willy harus menikah segera. Kalaupun belum ada waktu pasti, setidaknya, Wily harus membawa calonnya kepada kedua orang tuanya.

“Ibu sama Bapak percaya sama pilihan kamu. Jadi.. Siapapun calonnya, Ibu sama Bapak pasti merestui..”

“Pfiuhhh..” Willy ngga tahu orang tuanya ini termasuk kolot atau ngga. Tapi masih bagus mereka ngga ikut campur soal jodoh. Mereka cuman pengen dia cepet nikah, dan.. dan punya anak!!

“Aduh.. Gw jadi ayah??” Willy ngomong sendiri sambil masih nyari siapa yang bisa bantuin dia. “Aha.. Dia pasti bisa bantuin gw!” Willy men-dial nomer seseorang yang diyakinin bisa bantuin dia.


..bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar